Epidemiologi
Plasenta previa didefinisikan sebagai implantasi plasenta yang tidak normal yaitu di segmen bawah uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Kondisi ini merupakan penyebab perdarahan pada trimester kedua dan ketiga yang paling sering. Plasenta previa terjadi pada 2,8 dari 1.000 kehamilan tunggal dan 3,9 dari 1.000 kehamilan kembar. Ibu dengan plasenta previa memiliki risiko lebih besar untuk partus preterm dan mortalitas perinatal 3-4 kali lebih tinggi dari kehamilan normal. Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Satu di antara 125 persalinan terdaftaran (0,8%) di RSCM Jakarta pada tahun 1971 – 1975.
Klasifikasi plasenta previa menggambarkan posisi plasenta dengan serviks ketika partus, yaitu plasenta previa letak rendah, marginalis, parsialis, dan totalis. Dalam beberapa tahun terakhir, diagnosis plasenta previa dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi transvaginal, di mana jarak tepi plasenta dengan ostium uteri internum dapat diukur secara tepat. Nilai prognosis yang lebih baik dari penegakan diagnosis plasenta previa menggunakan ultrasonografi transvaginal membuat terminologi klasifikasi lama yang kurang tepat mulai ditinggalkan.
Patofisiologi
Patofisiologi dari plasenta previa hingga saat ini belum diketahui, namun seringkali dikaitkan dengan riwayat plasenta previa sebelumnya, multiparitas, kehamilan multipel, usia tua ketika hamil, riwayat sectio caesarea, riwayat abortus, dan merokok. Plasenta previa dihubungkan dengan riwayat sectio caesarea. Mekanisme terjadinya plasenta previa akibat adanya jaringan parut tidak sepenuhnya diketahui, tapi mungkin disebabkan oleh berkurangnya pertumbuhan differensial dari segmen bawah uterus yang menyebabkan kurangnya pergerakan posisi plasenta seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Meningkatnya angka sectio caesarea meningkatkan insidensi plasenta previa (1:2500)
Faktor Predisposisi
1. Multiparitas dan umur lanjut (> 35 tahun)
2. Defek vaskularisasi desidua oleh peradangan dan atrofi
3. Cacat/jaringan parut pada endometrium oleh bekas-bekas pembedahan (SC, kuret, dan lain-lain)
4. Khorion leve persisten
5. Korpus luteum bereaksi terlambat
6. Konsepsi dan nidasi terlambat
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritroblastosis atau hidrops fetalis.
Manifestasi Klinis
Plasenta previa sering ditandai dengan perdarahan vagina yang muncul tiba-tiba pada trimester ketiga kehamilan. Seiring bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus terus melebar dan serviks mulai membuka. Jika implantasi plasenta terletak pada segmen bawah uterus, maka dengan bertambah lebarnya uterus dan membukanya serviks dapat diikuti dengan terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus dan terjadilah perdarahan. Semakin rendah letak plasenta maka semakin dini perdarahan dapat terjadi. Perdarahan biasanya berlangsung tanpa nyeri dengan darah berwarna merah terang. Pada 20% kasus, perdarahan disertai dengan irritabilitas uterus. Perdarahan inisial biasanya tidak berat sampai menimbulkan kematian, perdarahan berhenti secara spontan dan dapat timbul kembali dengan derajat yang lebih berat.
Plasenta di segmen bawah uterus dapat menghalangi bagian terbawah janin untuk memasuki pintu atas panggul, sehingga pada pemeriksaan ditemukan bahwa bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada plasenta previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa posterior; atau sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Hal ini seringkali menyebabkan kelainan letak janin.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan perdarahan berat, hipotensi, takikardia, uterus yang lunak dan tidak ditemukan nyeri tekan, denyut jantung janin normal. Pemeriksaan dalam harus dilakukan di atas meja operasi agar dapat segera mengatasi perdarahan tidak terkontrol yang mungkin terjadi ketika pemeriksaan dilakukan. Diagnosis terkadang dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yang baik, namun agak berisiko, yaitu dengan melewatkan jari ke dalam serviks dan teraba adanya plasenta. Pemeriksaan seperti ini tidak diperbolehkan kecuali dilakukan di ruang operasi dengan persiapan lengkap untuk sectio caesarean, karena bahkan dengan sentuhan yang paling lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan hebat. Bila terjadi perdarahan, harus segera dilakukan persalinan meskipun janin masih imatur. Namun pemeriksaan seperti ini jarang diperlukan, karena letak plasenta hampir selalu dapat diketahui melalui USG.
Periksa dalam di atas meja operasi; infus atau transfusi darah telah dipasang (double set up) :
- Inspekulo (pemeriksaan dengan spekulum)
- Meraba forniks, mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (ban talan) antara bagian terdepan janin dengan jari kita.
- Jari dimasukkan hati-hati ke dalam ostium uteri internum (intraservikal) untuk meraba adanya jaringan plasenta.
Diagnosis
Plasenta previa harus selalu dicurigai pada wanita dengan perdarahan per vaginam pada paruh akhir kehamilan (kehamilan di atas 18-20 minggu). Selain dari manifestasi klinis yang ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis, penunjang seperti ultrasonografi dapat memberikan diagnosis yang akurat karena dapat menentukan secara pasti letak dari plasenta. Ultrasonografi transvaginal dapat digunakan untuk mengetahui letak plasenta dalam usia kehamilan berapa pun jika dicurigai letak plasenta rendah. Modalitas ini terbukti lebih tepat dan aman taripada ultrasonografi transabdominal. Kemungkinan adanya plasenta previa tidak dapat disingkirkan hingga dilakukan evaluasi (termasuk USG), yang membuktikan tidak adanya plasenta previa.
Plasenta previa sering ditemui pada awal kehamilan, dan persistensinya hingga kehamilan aterm bergantung pada usia kehamilan dan jarak antara tepi plasenta dengan ostium uteri internum yang dapat diketahui melalui pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan plasenta previa persisten adalah 0 jika tepi plasenta mencapai tapi tidak bertumpang tindih dengan ostium dan meningkat secara signifikan jika terjadi tumpang tindih lebih dari 15 mm. Pada plasenta yang bertumpang tindih dengan ostium lebih dari 25 mm, memiliki kemungkinan plasenta previa menetap sampai waktu persalinan sampai 40-100%.
Proses migrasi plasenta atau pergerakan relatif plasenta ke atas yang disebabkan oleh pertumbuhan diferensial segmen bawah terus berlanjut hingga trimester ketiga akhir. Laju migrasi rata-rata >1mm per minggu bersifat prediktif untuk keluaran normal. Tumpang tindih >20mm setelah 26 minggu bersifat prediktif untuk dibutuhkannya sectio caesarea (SC).
Rekomendasi yang dianjurkan saat ini adalah jika ditemukan tepi plasenta mencapai atau tumpang tindih dengan ostium pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal antara 18-24 minggu (insidensi 2-4%), dibutuhkan evaluasi lokasi plasenta kembali pada trimester ketiga. Jika tepi plasenta terletak antara 20mm dari ostium dan 20mm tumpang tindih setelah usia kehamilan 26 minggu, ultrasonografi harus dilakukan berulang secara teratur bergantung pada usia kehamilan, jarak dari ostium, dan gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan dari lokasi plasenta masih dapat terus berlangsung.
Tatalaksana
Jika pasien tanpa gejala dan usia kehamilan <37 minggu serta tidak dibutuhkan persalinan segera maka pasien dapat menjalani rawat jalan dengan pemeriksaan antenatal berkala secara teratur. Pemberian kortikosteroid diindikasikan untuk mematangkan paru janin. Untuk menunda persalinan, dapat digunakan obat tokolitik seperti magnesium sulfat atau terbutalin. Dalam keadaan gawat darurat, yaitu jika terjadi perdarahan berat, tatalaksana utama adalah resusitasi cairan untuk mencegah syok sambil terus memonitor keadaan janin. Jika janin sudah matur (usia kehamilan >37 minggu) dan pasien sudah memasuki persalinan atau terdapat perdarahan berat, maka tatalaksana untuk plasenta previa adalah segera lahirkan janin.
Yang perlu diperhatikan dalam penanganan plasenta previa:
- keadaan umum pasien, kadar Hb
- jumlah perdarahan yang terjadi
- umur kehamilan/taksiran BB janin
- jenis plasenta previa
- paritas dan kemajuan persalinan.
Penanganan Ekspektatif (Pasif)
Tujuan penanganan pasif : Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.
Kriteria :
- Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum pasien baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih
Rencana penanganan :
- Tirah baring
- Infus Dextrose 5% dan elektrolit
- Spasmolitik, tokolitik, plasentotropik, roboransia
- Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah
- Pemeriksaan USG
- Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin
- Apabila ada tanda-tanda plasenta previa, tergantung keadaan, pasien dirawat sampai kehamilan 37 minggu, selanjutnya penanganan secara aktif.
Penanganan Aktif
Kriteria :
- Umur kehamilan (masa gestasi) >37 minggu, BB janin >2500 gram, perdarahan banyak, 500 ml atau lebih, ada tanda-tanda persalinan.
- Keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemik, Hb < 8%.
Cara Persalinan
Penentuan cara persalinan apakah akan dilakukan per vaginam atau melalui sectio caesarea dapat ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan jarak antara tepi plasenta dengan ostium uteri internum menggunakan modalitas ultrasonografi transvaginal. Pemeriksaan jarak tepi plasenta dengan ostium pada usia kehamilan 35 minggu menggunakan ultrasonografi transvaginal berguna untuk merencanakan cara persalinan yang dipilih. Jika tepi plasenta terletak >20 mm dari ostium, ibu hamil dapat ditawarkan untuk persalinan per vaginam dengan ekspektasi keberhasilan yang tinggi. Jarak antara 0-20 mm dihubungkan dengan tingkat sectio caesarea yang lebih tinggi, walaupun persalinan per vaginam masih mungkin bergantung pada ada tidaknya gejala klinis. Secara umum, plasenta yang tetap tumpang tindih dengan ostium setelah usia kehamilan 35 minggu merupakan indikasi untuk sectio caesarea.
Persalinan per vaginam – Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti.
Dilakukan dengan cara :
1) Pemecahan selaput ketuban karena bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah. Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari
2) Pemasangan Cunam Willett dan versi Braxton Hiks. Tindakan versi Braxton Hicks dengan pemberat atau pemasangan cunam Willet-Gausz dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terbadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.
Seksio caesarean (per abdominam) – Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya, SC atau partus pervaginam, dilakukan pemeriksaan dalam (VT) di kamar bedah, infus/transfusi darah sudah dipasang. Umumnya dilakukan SC. Partus pervaginam dilakukan pada plasenta previa marginalis dan anak sudah meninggal. Tetapi bila perdarahan banyak, segera SC.
Komplikasi
1. Perdarahan dan syok
2. Infeksi
3. Laserasi serviks
4. Plasenta akreta
Prognosis
Pada plasenta previa dengan penanggulangan yang baik maka kematian ibu rendah sekali,tapi jika keadaan janin buruk menyebabkan kematian perinatal prematuritas.
Ibu : Dengan adanya fasilitas diagnosis dini (USG), transfusi darah, teknik anestesi dan operasi yang baik dengan indikasi SC yang lebih liberal, prognosis ibu cukup baik. Prognosis kurang baik jika penolong melakukan VT di luar rumah sakit dan mengirim pasien sangat terlambat dan tanpa infus.
Anak : Kematian janin umumnya disebabkan prematuritas.
Daftar Pustaka
Diunduh dari Presentasi kasus Plasenta Previa Marginalis kelompok 1 2004 obgyn romb.A